Korelasi Pengetahuan, Kepatuhan dan Penggunaan Alat Perlindungan Diri Dalam Dunia Kerja

MAKALAH
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Korelasi Pengetahuan, Kepatuhan dan Penggunaan Alat Perlindungan Diri 
Dalam Dunia Kerja

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 2
KATA PENGANTAR 4
PENDAHULUAN MAKALAH 5
A.    Latar Belakang 5
B. Rumusan Permasalahan 5
C. Tujuan Penelitian 5
PEMBAHASAN 6
A. Kajian Pustaka Pengetahuan 6
A.1. Pengertian Pengetahuan 6
A.2. Tujuan Pengetahuan 6
B. Kajian Pustaka Kepatuhan 7
B.1. Pengertian Kepatuhan 7
B.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan 8
C. Teori Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan 9
D. Kajian Pustaka APD 9
D.1. Pengertian APD 9
D.2. Syarat-syarat Alat Pelindung Diri adalah : 10
D.3. Jenis-jenis alat pelindung diri 10
E. Payung Hukum APD 11
E.1. Undang-Undang No.1 Tahun 1970 11
E.2. Permenakertrans No.Per.01/MEN/1981 12
E.3. Permenakertrans No.Per.03/MEN/1982 12
E.4. Permenakertrans  No.Per.03/Men/1986 12
F.         Penelitian Alat Perlindungan Diri Untuk Digunakan Dalam Konstruksi Sipil Studi Kasus Sektoral Di Brasil 12
KESIMPULAN 20
DAFTAR PUSTAKA 21

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas “Korelasi Pengetahuan, Kepatuhan dan Penggunaan Alat Perlindungan Diri dalam Dunia Kerja”, suatu makalah yang menjelaskan tentang Alat Perlindungan Diri (APD) secara terperinci dan manfaat penggunaannya.

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Sekaligus mendalami pengetahuan kami mengenai K3 dengan baik, yang mampu meningkatkan pemahamaan mahasiswa tentang K3. Diharapkan juga dari tugas ini, kami berharap mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami sampaikan dosen mata kuliah “Kesehatan dan Keselamatan Kerja” dan teman-teman pasca sarjana yang telah banyak memberikan masukan untuk makalah ini. Tak lupa juga kami sampaikan kepada keluarga yang telah mensupport kami. Demikian makalah ini saya buat semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, 17 September 2017
Penyusun,
Dafrid Cahyadi Arifin & A. Muh. Akbar

PENDAHULUAN MAKALAH

A.    Latar Belakang

Setiap pekerjaan memiliki resiko, baik resiko kecil maupun resiko besar, baik resiko fisik maupun resiko materi. Akan tetapi resiko tersebut dapat di minimalisir bahkan bisa dihindari dengan mempersiapkan diri dan melengkapi diri dengan perlengkapan yang memadai untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan kerja yang bakal terjadi.

Salah satu pekerjaan yang memiliki resiko terbesar, adalah pekerjaan konstruksi bangunan gedung maupun proyek bangunan rumah. Dimana pekerjaan tersebut selalu diikuti oleh bahaya/kecelakaan yang mengancam diri pekerja. Contohnya pekerja jatuh dari ketinggian, ditimpa bahan bangunan, konstruksi bangunan runtuh,  terkena alat pertukangan secara tidak sengaja dan lain-lain.

Untuk itu, kita harus mengetahui alat perlindungan diri, jenis, cara pemakaian dan manfaatnya. Agar kita dapat menggunakan alat tersebut sesuai dengan tujuannya.

B. Rumusan Permasalahan

Mengapa pekerja sektor konstruksi di Brazil banyak mengalami kecelakaan di tempat kerja ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengkaji penyebab kecelakaan pekerja sektor konstruksi, mengetahui alat yang wajib digunakan oleh pekerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja.
PEMBAHASAN

A. Kajian Pustaka Pengetahuan
A.1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2005).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra yang meliputi indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tidakan
seseorang (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan (Knowledge) adalah suatu proses dengan menggunakan pancaindra yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan (Hidayat, 2007).

A.2. Tujuan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), tujuan dari pengetahuan terdiri dari dua, yaitu :
1) Untuk mendapatkan kepastian serta menghilangkan prasangka akibat ketidakpastian.
2) Untuk lebih mengetahui dan memahami sesuatu.

Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Administration, pesonal protective equipment (PPE) atau alat pelindung diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya.

B. Kajian Pustaka Kepatuhan
B.1. Pengertian Kepatuhan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pranoto (2007), patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Kepatuhan ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu patuh penuh (total compliance) dan tidak patuh (non compliance)(Sarafino, 2003).

Kepatuhan (compliance) juga dikenal sebagai ketaatan (adherence), adalah derajat dimana seseorang mengikuti anjuran peraturan yang ada (Kaplan and Shadock, 2005). Kepatuhan berasal dari kata patuh, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, patuh artinya suka dan taat kepada perintah atau aturan, dan berdisiplin. Kepatuhan berarti sifat patuh, taat, tunduk pada ajaran atau peraturan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pranoto, 2007), patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Slamet (2007) mendefinisikan kepatuhan (ketaatan) sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain. Kepatuhan juga dapat didefinisikan sebagai perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan terapi (Degresi, 2005).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan adalah derajat dimana seseorang mengikuti anjuran peraturan yang telah ada dan ditetapkan sebagai aturan yang harus dilaksanakan.

B.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut Niven (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah:

1) Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 

Pendidikan klien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif.

2) Akomodasi
Suatu usaha yang harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian klien yang dapat mempengaruhi kepatuhan.

3) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman, kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap sesuatu.

4) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga tercapai suatu konsistensi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, semakin baik pula tingkat kepatuhannya (Azwar, 2007).

5) Usia
Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. 

Dari segi kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka cara berfikir semakin matang dan sikap makin positif (Notoatmodjo, 2007).

B.3. Teori Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan

Sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh (Notoatmodjo, 2007) bahwa semakin baik kemampuan analisis dan sintesis yang dimiliki seseorang maka tingkat pengetahuannya semakin baik. Teori menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) faktor yang mempengaruhi kepatuhan meliputi predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor) dan faktor pendorong (reinforcing factor). faktor predisposisi (pengetahuan, persepsi, motivasi, sikap, dll), Faktor pemungkin (enabling factor) meliputi jarak antara rumah dengan fasilitas kesehatan dan fasilitas kesehatan yang tersedia, dan faktor reinforcing (kebijakan, pengawasan, peraturan, dll).

D. Kajian Pustaka APD
D.1. Pengertian APD

APD adalah alat-alat yang mampu memberikan perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan. APD adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya.

Jadi, APD menurut penulis adalah alat kelengkapan diri yang digunakan saat kerja untuk mengantisipasi kecelakaan kerja pada diri sendiri maupun orang disekitarnya.

D.2. Syarat-syarat Alat Pelindung Diri adalah :
a.      APD harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja
b.      Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan
c.      Alat harus dapat dipakai secara fleksibel
d.     Bentuknya harus cukup menarik
e.      Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama
f.      Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya yang dikarenakan bentuk dan bahayanya yang tidak tepat atau karena salah dalam menggunakannya
g.     Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada
h.     Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya
i.       Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah pemeliharaannya

D.3. Jenis-jenis alat pelindung diri

Alat pelindung diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang berpotensi terkena resiko dari bahaya.

a.      Mata
Sumber bahaya: cipratan bahan kimia atau logam cair, debu, katalis powder, proyektil, gas, uap dan radiasi. APD: safety spectacles, goggle, faceshield, welding shield.

b.      Telinga
Sumber bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB. APD: ear plug, ear muff, canal caps.

c.      Kepala
Sumber bahaya: tertimpa benda jatuh, terbentur benda keras, rambut terlilit benda berputar. APD: helm, bump caps.

d.      Pernapasan
Sumber bahaya: debu, uap, gas, kekurangan oksigen (oxygen defiency). APD: respirator, breathing apparatus

e.      Tubuh
Sumber bahaya: temperatur ekstrim, cuaca buruk, cipratan bahan kimia atau logam cair, semburan dari tekanan yang bocor dan penetrasi benda tajam. APD: boiler suits, chemical suits, vest, apron, full body suit, jacket.

f.       Tangan dan Lengan
Sumber bahaya: temperatur ekstrim, benda tajam, tertimpa benda berat, sengatan listrik, bahan kimia, infeksi kulit. APD: sarung tangan (gloves), armlets, mitts.

g.       Kaki
Sumber bahaya: lantai licin, lantai basah, benda tajam, benda jatuh, cipratan bahan kimia dan logam cair, aberasi. APD: safety shoes, safety boots, legging, spat.

E. Payung Hukum APD
E.1. Undang-Undang No.1 Tahun 1970

1)     Pasal 3 ayat (1) butir f: Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat untuk memberikan APD
2)     Pasal 9 ayat (1) butir c: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang APD.
3)     Pasal 12 butir b: Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai APD. Pasal 14 butir c: Pengurus diwajibkan menyediakan APD secara cuma-cuma

E.2. Permenakertrans No.Per.01/MEN/1981

Pasal 4 ayat (3) menyebutkan kewajiban pengurus menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi tenaga kerja untuk menggunakannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja.

E.3. Permenakertrans No.Per.03/MEN/1982

Pasal 2 butir I menyebutkan memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja 

E.4. Permenakertrans  No.Per.03/Men/1986

Pasal 2 ayat (2) menyebutkan tenaga kerja yang mengelola Pestisida harus memakai alat-alat pelindung diri yg berupa pakaian kerja, sepatu lars tinggi, sarung tangan, kacamata pelindung atau pelindung muka dan pelindung pernafasan

F.         Penelitian Alat Perlindungan Diri Untuk Digunakan Dalam Konstruksi Sipil Studi Kasus Sektoral Di Brasil

Survei dilakukan di kota di wilayah Paraná Barat Negara Brazil. Kota dengan populasi sensus tahun 2010 adalah sebanyak 41.830 penduduk, kota ini terus berkembang, dan sektor konstruksi terus meningkat akhir-akhir tahun ini, dan menurut laporan pejabat kota pada bulan Juni 2015 telah terdaftar 307 izin proyek gedung yang belum selesai.

Untuk melaksanakan penelitian digunakan 40 pekerja dan untuk data yang digunakan dalam survei, sebuah kuesioner diterapkan pada setiap pekerjaan, yang dijawab oleh mandor melalui kuesioner berikut pertanyaan diajukan:

1) Jenis pekerjaan (gedung atau rumah);
2) Luas pekerjaan (m2)
3) Jumlah pekerja yang bekerja dalam proyek;
4) Periodisitas kehadiran insinyur yang bertanggung jawab di proyek;
5) Pelaksana (perusahaan konstruksi besar atau kecil);
6) Ketersediaan APD : APD yang diberikan memadai untuk risiko setiap aktivitas dilakukan?
7) Ada panduan dan pelatihan untuk penggunaan yang benar dan pemeliharaan APD?
8) Pengusaha melakukan perawatan dan membersihkan penggunaan peralatan secara rutin?
9) Pengusaha mengawasi penggunaan APD?
10) APD apa yang digunakan pekerja?
11) Terjadi kecelakaan kerja karena kekurangan penggunaan peralatan keselamatan?
12) Berapa banyak kecelakaan yang terjadi di tempat kerja?
13) Seberapa sering pengawasannya?

Data dikumpulkan dari bulan April sampai Mei 2015 dan tanggapan masing-masing bentuk disusun dalam Excel dan kemudian melanjutkan ke statistik analisis. Untuk evaluasi statistik data pertama adalah dipisahkan menjadi dua kelompok sesuai dengan jenis pekerjaan, kelompok pertama meliputi gedung tipe gedung dan rumah (maximal dua lantai). Dengan data dipisahkan menjadi dua kelompok melanjutkan analisis statistik deskriptif data kualitatif, yang dihitung mean, median, maksimum, minimum, standar deviasi dan koefisien variasi.

Untuk mengetahui hubungan antara Variabel berlanjut ke pembuatan grafik batang dengan beberapa variabel. Ini juga telah menghasilkan pie bagan untuk memeriksa persentase pekerjaan di mana pekerja menggunakan jenis-jenis APD.

Kuesioner diaplikasikan pada proyek-proyek gedung dan rumah (maximal dua lantai). Dari total 40 unit yang dianalisis, 28 rumah dan 12 gedung. Awalnya ada analisis statistik deskriptif kuantitatif variabel panjang pekerjaan dan jumlah pekerja yang bekerja di tempat kerja agar ciri masing-masing jenis pekerjaan.

Rumah yang dianalisis adalah panjang minimum itu 0 m 2 dan 616 m 2 panjang maksimum, dan proyek-proyek kategori ini menunjukkan rata-rata 168,2 m 2, dengan koefisien variasi (CV) sebesar 68,34%. Proyek rumah rata-rata memiliki empat pekerja, dan minimal dua pekerja dan maksimal 11 orang para pekerja. Responden proyek gedung (Tabel 1) Rata-rata memiliki panjang 1920 m 2, minimal 476 m 2 dan tidak lebih dari 5450 m 2, dan data menunjukkan CV 95,87%. Di setiap proyek gedung rata-rata memiliki 11 pekerja, dengan minimal tiga dan maksimal 35 pekerja.

Saat peneliti mengevaluasi kehadiran Insinyur sesuai dengan jenis pekerjaannya (gedung atau rumah) (Gambar 1) diamati bahwa 100% proyek gedung dianalisa secara berkala oleh insinyur, karena untuk kategori proyek rumah di 67,85% insinyur hadir dan 32,14% insinyur tidak hadir dalam proyek tersebut. Dimana Insinyur hadir di 16,13% kasus insinyur hadir tiga kali seminggu pada 32,26% hadir dua kali seminggu pada 16,13% pekerjaan seminggu sekali 9,68% dua kali sebulan 25,81% dan hanya ada sekali per bulan.

Gambar 1: Grafik yang merupakan perbandingan Kehadiran insinyur berdasarkan jenis pekerjaan proyek (gedung atau rumah).

Hal itu juga terkait dengan penyediaan APD dengan pengusaha yang sedang melakukan pekerjaan, apakah itu proyek perusahaan konstruksi atau proyek pribadi (Gambar 3). Telah ditemukan bahwa 70% dari proyek yang dianalisis sedang dilakukan proyek pribadi, dan 30% lainnya proyek perusahaan konstruksi. Dalam proyek tersebut, terdapat 64,29% dari pengusaha proyek tersebut tidak menyediakan APD dan 35,71% pengusaha proyek telah menyediakan APD. Secara keseluruhan (mempertimbangkan semua proyek yang dianalisis) dalam 50% pekerjaan pengusaha telah menyediakan APD dan 50% lainnya pengusaha tidak menyediakan APD. Ditemukan juga pengusaha  yang melakukan pengadaan APD juga membuat pengawasan penggunaan, dan mereka mengawasi penggunaan APD juga 50% (Gambar 2).

Gambar 2: Proporsi pengusaha  yang menyediakan APD dan pengusaha  mengawasi penggunaan APD. 

Gambar 3: Grafik perbandingan antara ketersediaan APD oleh pengusaha

Seperti dapat dilihat pada Gambar 4, 40 proyek yang dianalisis, 11 proyek (27,5%) pekerja mengatakan bahwa ada bimbingan dan pelatihan penggunaan APD oleh pengusaha dan 29 proyek lainnya (72,5%) tidak terjadi panduan ini

Gambar 4: Grafik adanya bimbingan dan pelatihan tentang penggunaan APD. 

Ditemukan bahwa pada 75% hasil analisis Pekerja melakukan atau menggunakan APD atas kemauan sendiri dan 25% pekerjaan Pekerja mengatakan bahwa mereka tidak menggunakan APD apapun saat bekerja.

Saat dievaluasi hubungan antara kecelakaan kerja dan Penggunaan APD (Gambar 5), ditemukan bahwa kecelakaan terjadi pada 23,33% pekerjaan dimana pekerja gunakan beberapa jenis APD dan pekerja tidak menggunakan APD apa pun terjadi pada 40% kasus. 


Gambar 5: Grafik hubungan antara penggunaan APD dengan pekerja dan kecelakaan di tempat kerja.

Menurut infromasi dari pekerja, saat bekerja mereka menggunakan beberapa jenis APD, penggunaan persentase masing-masing EPI diamati (Gambar 6). Dalam 30% dari pekerjaan pekerja dilaporkan hanya menggunakan boot, 22,5% mengatakan mereka menggunakan sepatu bot dan helm, 2,5% menggunakan boot, helm dan topeng, 10% pakai boot, helm dan sarung tangan, penggunaan 2,5% sepatu bot, helm dan kacamata, 5% menggunakan sepatu bot, masker, helm dan sarung tangan, 5% lainnya menggunakan sepatu boot, helm, sarung tangan dan sabuk, 2,5% menggunakan boot, helm, kacamata dan sarung tangan,10% menggunakan boot, helm, sarung tangan, kacamata, masker, tempat duduk sabuk dan 10% lainnya mengatakan mereka menggunakan semua APD yang dibutuhkan untuk keamanan anda. 100% dari proyek pekerja dianalisis menggunakan boot dan 70% juga menggunakan hardhat, kedua APD tersebut peralatan yang paling banyak digunakan.

Yang penting, penelitian ini dilakukan melalui wawancara dan diagnosis yang lebih jelas Realitas permintaan dan penggunaan APD sangat dibutuhkan di proyek penelitian observasi di lokasi konstruksi.

Berdasarkan berbagai uji statistik yang telah dilakukan oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa 50% dari perusahaan konstruksi di Brazil mematuhi Undang-Undang yang mengatur tentang kelengkapan APD. Dan bila diperhitungkan secara detail, perusahaan konstruksi yang telah melengkapi APD : 83,33% dari perusahaan konstruksi besar dan 35,71% dari perusahaan konstruksi kecil.

Selain itu, hasil penelitian ini membuktikan bahwa, hanya 10% pekerja menggunakan APD yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang mereka kerjakan.

Melalui data yang diamati peneliti dalam survei ini, bisa terlihat bahwa pekerja yang tidak menggunakan APD bukan semata—mata kesalahan dari pekerjanya secara pribadi, melainkan kelalaian pengusaha yang memiliki tanggung jawab dan berkewajiban untuk menyediakannya dan menginstruksi pekerja untuk menggunakan APD yang sesuai.

Dalam proyek  konstruksi yang lebih besar, yang kebanyakan dilakukan oleh perusahaan konstruksi besar, insinyur sipil lebih sering memantau pekerjaan pekerjanya. Mereka juga secara rutin telah meningkatkan panduan dan ketentuan dalam penggunaan APD kepada pekerjanya.
Gambar 6: Grafik persentase penggunaan APD.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini membuktikan bahwa, hanya 10% pekerja menggunakan APD yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang mereka kerjakan. 

Melalui data yang diamati peneliti dalam survei ini, bisa terlihat bahwa pekerja yang tidak menggunakan APD bukan semata—mata kesalahan dari pekerjanya secara pribadi, melainkan kelalaian pengusaha yang memiliki tanggung jawab dan berkewajiban untuk menyediakannya dan menginstruksi pekerja untuk menggunakan APD yang sesuai. 

Dalam proyek  konstruksi yang lebih besar, yang kebanyakan dilakukan oleh perusahaan konstruksi besar, insinyur sipil lebih sering memantau pekerjaan pekerjanya. Mereka juga secara rutin telah meningkatkan panduan dan ketentuan dalam penggunaan APD kepada pekerjanya. 

Menurut penulis, Perlu adanya aturan ketat dari pengusaha untuk menginstruksikan pekerjanya menggunakan APD secara lengkap sesuai dengan jenis pekerjaan yang mereka lakukan.  Pengusaha juga harus rutin memberikan training cara penggunaan dan pemeliharaan APD kepada semua pekerjanya. Selain itu, perlu adanya perhatian dari pemerintah untuk memberikan reward atau apresiasi kepada pengusaha, yang telah berhasil mendapat predikat zero accident. 

DAFTAR PUSTAKA

Fernando Roberto Rockenbach. Individual protection equipment for use in the construction civil sector - case study in the city of Medianeira in Brazil. 2016 Occupational Safety and Health Administration.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Permenakertrans No.Per.01/MEN/1981. Tahun 1981.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Permenakertrans No.Per.03/MEN/1982. Tahun 1982.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Permenakertrans  No.Per.03/Men/1986. Tahun 1986.

Undang-Undang. Undang-Undang No.1 Tahun 1970. Tahun 1970.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengukur Tingkat Employability Skills Berdasarkan Perbedaan Jenis Kelamin Mahasiswa Sebagai Calon Tenaga Kerja di STMIK Profesional Makassar

Media Pembelajaran Sebagai Sarana Pembelajaran Yang Efektif

Pengembangan Aplikasi Sebagai Media Pembelajaran Online Berbasis Android Dalam Meningkatkan Pemahaman Mahasiswa